"Ironis memang di depan kawasan yang tengah ramai dibincangkan itu, tepat di depannya sengketa lahan belum dituntaskan, di sana ada lahan Amaq Bengkok dan Sibawaeh," kata Badar, aktivis Lembaga Studi dan Bantuan Hukum (LSBH) Mataram, yang tengah melakukan riset dan analisis dampak sirkuit di kawasan itu.
Menurutnya banyak kearifan lokal yang dihilangkan, seperti bukit 360 yang sebelumnya bernama bukit Serenting.
Baca Juga:
Polisi Tembak Polisi di Solok Selatan, Kasus Masih dalam Penyelidikan
Nama yang penuh sejarah, di mana kerbau-kerbau berjemur di atasnya, dan tempat warga berladang sebelum dikuasai ITDC akan tinggal cerita.
"Amaq Bengkok hanya salah seorang yang menjadi contoh nyata, bahwa keadilan belum berpihak pada rakyat kecil, berulang kali Amaq bengkok dipindahkan gubuknya demi pembangunan tikungan 9 di sirkuit," kata Badar.
Kepada wartawan, Amaq Bengkok mengaku akan bertahan sampai tanahnya benar benar dibayar, nyawa pun akan dia pertaruhkan.
Baca Juga:
Setyo Budiyanto Terpilih sebagai Ketua KPK: OTT Tetap Senjata Utama
"Saya tidak akan pergi, tidak akan angkat kaki dari tanah saya, mereka harus membayarnya," katanya sambil mengisap tembakau jagungnya yang tinggal beberapa sentimeter lagi.
Amaq Bengkok mengaku telah terlalu lama dijanjikan, dia bahkan sulit percaya jika ada upaya penyelesian yang dilakukan pemerintah.