WahanaNews-Mandalika | Seluas 3,5 hektar lahan di persil 263 yang tersisa milik Sibawaeh sebagian masih tampak hijau.
Ubi kayu yang ditanamnya saat perhelatan World Superbike (WSBK) 19-21 Desember 2021, kini tumbuh subur.
Baca Juga:
Iron Dome Jebol, Hizbullah Lancarkan Serangan Mematikan ke Israel
"Tiga bulan lagi kami panen, mungkin saat MotoGP berlangsung, semoga hasilnya maksimal, " kata Sibawaeh, Senin, (31/1/2022).
Sibawaeh menaruh harapan besar pada hasil panen singkongnya kali ini.
Sebab, pendapatannya hanya dari tanah miliknya dan bekerja menjadi tukang kayu panggilan.
Baca Juga:
Cairkan Gaji Guru Honorer untuk Pilgub, Gubernur Bengkulu Resmi Jadi Tersangka KPK
Dia menyelesaikan sejumlah furnitur milik warga yang ingin terlibat di perhelatan MotoGP, sehingga menjadikan sebagian rumah mereka tempat penginapan dadakan.
"Ini harapan satu-satunya untuk bertahan hidup, Karena akses keluar masuk memang tidak dibatasi tapi rasanya sulit mau buka usaha, karena kami berada di dalam kawasan sirkuit," katanya.
Sengketa lahan yang masih belum tuntas adalah alasan kuat mengapa Sibawaeh dan puluhan kepala keluarga lainnya masih bertahan di tanah mereka, di dalam kawasan sirkuit Mandalika.
Berdasarkan data yang sempat diserahkan ke Satgas penyelesaian sengketa lahan yang dibentuk Gubernur, pascakedatangan Presiden Joko Widodo, Jum'at 21 November 2021 lalu, tanah milik Sibawaeh yang masih bersengketa dengan ITDC (Indonesia Tourism Development Corporation) berada di dua titik, yaitu 3,4 hektar di persil 263 dan 1,7 hektar di persil 222.
Hingga perhelatan WSBK berakhir, sengeketa lahan belum juga tuntas.
Jelang perhelatan dunia MotoGP, yang akan digelar Maret 2022 mendatang, Satgas penyelesaian sengketa lahan bentukan Gubernur NTB, Zulkieflimansyah justru berubah formasi.
Satgas yang semula diketuai Lalu Abdul Wahid, Kepala Kesbangpoldagri, kemudian pada 26 Januari 2022 digantikan oleh Kombes Awan Hariono, saat ini menjabat sebagai Kabid Propam Polda NTB.
SK Gubernur yang baru itu, tertanggal 26 Januari 2022, dengan nomer 050.13-27/2022, tentang Satuan Tugas Percepatan Penyelesaian Permasalahan Tanah di Kawasan Ekonomi Khusus Mandalika.
Satgas diketuai Kombes Awan Hariono, dan wakil ketua Ahsanul Halik, Kepala Dinas Sosial Provinsi NTB.
Di tengah karut-marutnya penyelesaian sengketa lahan itu, Sibawaeh tetap bertahan, bersama 11 orang pemilik lahan yang masih bersengketa.
"Saya tanam singkong di tanah saya sebagai teman berdoa pada Tuhan dan menanti saat digusur jika mereka mau merampas tanah saya, seperti mereka merampas bukit yang merupakan bagian lahan milik saya dan keluarga untuk tikungan 9 sirkuit," katanya
Sibawaeh hanya bisa pasrah, dan menunggu janji presiden yang meminta Menteri BUMN Erick Thohir menyelesaikan sengketa lahan di kawasan Sirkuit Mandalika.
Senam (47) salah seorang pemilik lahan yang didampingi kuasa hukumnya juga menuturkan, dalam pertemuan dengan Satgas, mereka bersitegang dengan ITDC dan BPN.
Ketika itu 11 pemilik lahan diundang Satgas penyelesaian lahan bentukan Gubernur NTB dengan SK sebelumnya.
"Telah ada beberapa kali pertemuan dengan pihak terkait, termasuk ITDC, namun tak kunjung ada jalan keluar, kami dipanggil sesuai jadwal karena memang harus satu persatu, tim juga turun ke lahan kami untuk lakukan pengukuran ulang," kata Senam.
Ketika itu, 11 Januari 2022, ITDC menolak mengeluarkan data yang merupakan bukti pelepasan hak atas tanah warga.
ITDC beralasan, bukti tersebut hanya bisa keluar atas permintaan pengadilan dan pihak berwenang.
Dalam pertemuan warga dengan Ketua Satgas, Lalu Abdul Wahid, ITDC dan BPN, ITDC dan BPN tidak membawa data apapun.
Mereka juga tidak bersedia mengeluarkan data tersebut, meski ketua Satgas mendesak.
Pascapertemuan tersebut, tak ada lagi kabar penyelesaian sengketa lahan 11 orang pemilik lahan, hingga akhirnya keluar SK Gubernur Zulkieflimansyah yang mengantikan Abdul Wahid dengan Kabid Propam Polda NTB, Kombes Pol Awan Hariono.
Tim pengacara para pemilik lahan, melakukan jumpa pers, Minggu (30/1/2022) mempertanyakan sikap Gubernur NTB yang mengubah formasi Satgas dan buntunya penyelesaian sengketa lahan warga di dalam kawasan sirkuit jelang perhelatan MotoGP.
"KamI ingin ada penyelesaian segera, tapi belum juga ada titik penyelesaian seperti yang diperintahkan Presiden Joko Widodo, Sekalian para kuasa hukum bersatu membentuk Aliansi Pejuang Tanah Mandalika," kata Samsul Qomar, Warga Lombok Tengah, yang terlibat dalam Aliansi
Lahan dipagar tikungan 14
Saat wartawan berada di kawasan Mandalika, Tim MGPA (Mandalika Grand Prix Association) tengah menunjukkan pembangunan tribun permanen di jalur truk lurus.
Tampak di samping pagar tikungan 14 yang terlihat dari paddock, sebuah balai Bali beratap seng dipagari bambu bambu dan ditanami pohon pisang yang telah kayu karena panas.
"Itu tanah milik Migrase 11,30 are atau 110 meter persegi dan tanah milik Nate 8,39 are atau 8.000 meter persegi, itu sebelum acara WSBK, ITDC janji akan menyelesaikan di atas tanggal 24 Nov 2021, pemilik lahan menunggu tapi tak ada respons, hingga pemilik lahan pagar dan tanam pisang, sampai sekarang belum selesai," kata Zabur, pendamping dari pemilik lahan.
Bahkan Jelang WSBK, pemilik lahan melarang pembangunan tribune penonton di areal tanahnya, hingga akhirnya lokasi tribun penonton dipindahkan.
Zabur menjelaskan, sebenarnya jumlah lahan yang dimiliki kedua warga tersebut, merupakan sisa lahan yang belum dibayar dari lahan seluas 19,11 are atau 1.900 meter persegi.
Karena ITDC hanya membayar lahan seluas 19,11 are melalui konsinyiasi Pengadilan Negeri Praya karena digolongkan tanah inclave, pemilik lahan menuntut kekurangan bayar dari sisa lahan mereka pada ITDC.
"Yang warga tuntut kekurangan pembayaran lahan mereka itu, Mingrase 11,30 are dan Nate 8,39 are," kata Zabur.
Makin gundah
Sama halnya dengan Amaq Bengkok (61) yang masih gundah karena 1,5 hektar Atau 15.000 meter persegi lahannya belum kunjung dibayar.
Tepat di depan lahan dan gubuk Amaq Bengkok, bukit 360 berdiri tegak dan tengah dikebut pembangunan areal menonton super VIP.
"Ironis memang di depan kawasan yang tengah ramai dibincangkan itu, tepat di depannya sengketa lahan belum dituntaskan, di sana ada lahan Amaq Bengkok dan Sibawaeh," kata Badar, aktivis Lembaga Studi dan Bantuan Hukum (LSBH) Mataram, yang tengah melakukan riset dan analisis dampak sirkuit di kawasan itu.
Menurutnya banyak kearifan lokal yang dihilangkan, seperti bukit 360 yang sebelumnya bernama bukit Serenting.
Nama yang penuh sejarah, di mana kerbau-kerbau berjemur di atasnya, dan tempat warga berladang sebelum dikuasai ITDC akan tinggal cerita.
"Amaq Bengkok hanya salah seorang yang menjadi contoh nyata, bahwa keadilan belum berpihak pada rakyat kecil, berulang kali Amaq bengkok dipindahkan gubuknya demi pembangunan tikungan 9 di sirkuit," kata Badar.
Kepada wartawan, Amaq Bengkok mengaku akan bertahan sampai tanahnya benar benar dibayar, nyawa pun akan dia pertaruhkan.
"Saya tidak akan pergi, tidak akan angkat kaki dari tanah saya, mereka harus membayarnya," katanya sambil mengisap tembakau jagungnya yang tinggal beberapa sentimeter lagi.
Amaq Bengkok mengaku telah terlalu lama dijanjikan, dia bahkan sulit percaya jika ada upaya penyelesian yang dilakukan pemerintah.
HPL KEK Mandalika masih bermasalah
Lalu Abdul Wahid, Mantan ketua Satgas yang ditemui di ruang kerjanya, Senin (31/1/2022) membenarkan jika dirinya sudah tidak lagi menduduki posisi sebagai ketua satgas penyelesaian sengketa lahan Mandalika.
Namun seluruh catatan temuan dan analisis yang dihimpunnya terkait sengketa lahan di kawasan Mandalika sejak 1998, telah diserahkan kepada Gubernur NTB, Zilkieflimansyah.
"Terhadap bagaimana persoalan sebenarnya KEK (Kawasan Ekonomi Khusus) Mandalika ini dan bagaimana solusinya sudah saya sampaikan dalam bentuk laporan khusus pada pak Gubernur, di sana lengkap kita sampaikan apa latar belakang, uraian peristiwanya dan bagaimana solusinya," Kata Wahid.
Sengketa lahan Mandalika diibaratkan Wahid seperti benang kusut, yang harus diurai dan diselesaikan oleh kedua belah pihak, baik ITDC maupun masyarakat, tidak bisa salah satu pihak.
"Persoalan kita di KEK Mandalika ini adalah persoalan HPL yang belum clear and clean, jadi itu kata kuncinya, ada HPL yang belum clear and clean," ungkapnya.
Wahid mengatakan pihaknya sangat berharap ITDC memiliki kemauan menuntaskan masalah lahan itu, jika ingin masalah sengketa lahan di kawasan sirkuit selesai harus di selesaikan segera.
"Masalah lahan di Mandalika ini seperti sakit kanker, tidak bisa kita hanya memberi obat mengurangi rasa sakit, jadi harus dicabut akar kankernya (persoalannya)," kata Wahid.
Sebagai bagian dari pemerintah, dirinya sangat bersyukur ada sirkuit Mandalika untuk pertumbuhan ekonomi rakyat, tetapi menurutnya untuk keadilan masalah lahan mestinya diselesaikan.
Sebagai mantan ketua Satgas yang telah bekerja lebih dari dua bulan membantu 11 orang pemilik lahan menyelesaikan persoalan mereka dengan ITDC, Wahid berharap semua bisa selesai agar tidak menjadi masalah baru di belakang hari.
Wahid mengatakan akan selalu terbuka pada Satgas formasi baru jika membutuhkan masukan dan saran darinya.
Perubahan formasi Satgas dengan SK baru tidak menjadi masalah baginya, meski diubah di tengah jalan.
"Ini adalah langkah Gubernur yang harus dihormati, karena memang menginginkan penyelesaian secepatnya, saya hanya menjalankan tugas," katanya.
Wahid juga menjelaskan bahwa pihaknya memfasilitasi dan menjadi penengah antara masyarakat pemilik lahan dengan ITDC yang mengklaim lahan kawasan Mandalika sebagai HPL.
Sebagai pihak yang menengahi, tentu mengharapkan ITDC dan BPN yang bisa memberi solusi masalah sengketa lahan tersebut dengan memberikan data pada pemerintah terutama terkait pelepasan hak lahan tersebut.
ITDC sebut sengketa lahan selesai
Melalui pernyataan tertulisnya, Senin (31/1/2022) Ester Ginting, Corporate Communication ITDC mengatakan, terkait Pembentukan Satgas Percepatan Penyelesaian Permasalahan Tanah di Kawasan Ekonomi Khusus Mandalika merupakan inisiatif dari para pemangku kepentingan, khususnya Forkopimda NTB dan Lombok Tengah.
"Dalam hal ini pada prinsipnya, ITDC selalu siap berkoordinasi dengan Satgas Percepatan Penyelesaian Permasalahan Tanah sesuai dengan SK Gubernur tersebut," Kata Ester.
Sementara terkait lahan, khususnya area dalam sirkuit, saat ini diklaim sudah clear dan tuntas.
Sementara dari pantauan Kompas.com di lapangan, sejumlah pemilik lahan atau 11 orang yang tengah ditangani Satgas, hingga hari ini masih bertahan di lahan mereka, yang tidak menempati lahan sebagai lokasi tempat tinggal masih memagari lahan mereka dengan bambu dan kayu.
Persiapan MotoGP di Mandalika
Di tengah sengketa lahan di kawasan Mandalika, persiapan perhelatan MotoGP terus dikebut.
Ester mengatakan hingga saat ini, persiapan menyambut penyelenggaraan MotoGP Grand Prix of Indonesia (MotoGP 2022) berjalan dengan baik dan tidak ada kendala yang berarti.
"Saat ini, kami bersama dengan Mandalika Grand Prix Association (MGPA) selaku bagian dari ITDC Group terus mematangkan persiapan yang dilakukan mencakup sejumlah aktivitas, antara lain perbaikan sistem saluran air (drainase) trek, pembangunan tribune penonton, pembenahan main track, serta SDM untuk perekrutan marshal," terangnya.
Ester juga meminta dukungan semua pihak agar seluruh rangkaian persiapan dan penyelenggaraan dapat berjalan dengan lancar dan sukses. [rda]