Kemudian, sambungnya, PLN juga telah merancang Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) atau green RUPTL paling hijau dalam sejarah Indonesia guna mencapai target Net Zero Emissions pada 2060.
“Kami sedang dalam proses merancang ulang perencanaan listrik nasional, 75 persen dari tambahan kapasitas pembangkitan berasal dari energi terbarukan, tidak ada lagi batubara dalam desain dan pengembangan, sisanya 25 persen berasal dari gas alam yang sebetulnya pengurangan emisinya sudah sampai 60 persen,” kata Darmawan.
Baca Juga:
Era Energi Terbarukan, ALPERKLINAS: Transisi Energi Harus Didukung Semua Pihak
Lebih lanjut, PLN juga menyiapkan strategi andal yang disebut Acceleration Renewable Energy Development (ARED) guna mempercepat transisi energi. Hal ini untuk mengatasi sejumlah tantangan seperti ketidaksesuaian antara lokasi pembangkit listrik berbasis energi baru dan terbarukan (EBT) dengan episentrum kebutuhan listrik.
”Kami menghadapi beberapa tantangan. Ketidaksesuaian antara lokasi pembangkit listrik tenaga air skala besar dengan episentrum permintaan. Jadi, kami merancang dan mengembangkan apa yang kami sebut Accelerated Renewable Energy Development,” tutur Darmawan.
Melalui ARED, kata Darmawan, potensi intermitensi dari EBT mampu diputus, bahkan potensi EBT yang ada mampu dimaksimalkan. Dia mencontohkan bauran dari energi angin dan surya tanpa ARED hanya mampu diakses sebesar 5 GW saja, sementara dengan ARED mampu ditingkatkan menjadi 28 GW.
Baca Juga:
Urgensi Krisis Iklim, ALPERKLINAS Apresiasi Keseriusan Pemerintah Wujudkan Transisi Energi Bersih
Hal itu disebabkan penambahan pembangkit EBT berbasis surya dan angin yang bersifat intermiten sehingga mengakibatkan fluktuasi dan berpotensi memberikan tekanan cukup besar pada sistem kelistrikan.
“Karena itu, kami membangun ARED yang dibekali Smart Grid secara end-to-end dan pembangkitan yang fleksibel. Dengan hadirnya Smart Grid dan Flexible Generation, penambahan kapasitas pembangkit listrik tenaga angin dan surya meningkat hampir enam kali lipat dari 5 GW menjadi 28 GW pada tahun 2040,” ujar Darmawan.
Darmawan menekankan, transisi energi juga penting untuk mempercepat pertumbuhan, membangun kapasitas nasional dengan menciptakan lapangan kerja. Di saat bersamaan, hal ini juga akan memberikan kesejahteraan pada masyarakat dan mengentaskan kemiskinan, serta mampu menjaga lingkungan.