NTB.WahanaNews.co| Terbukti memalsukan data dan daftar pemilih tujuh terdakwa yang merupakan Panitia Pemilihan Luar Negeri Kuala Lumpur (PPLN KL) divonis dengan pidana empat bulan penjara dengan masa percobaan selama satu tahun.
Para terdakwa tersebut yaitu Ketua PPLN KL nonaktif Umar Faruk; Divisi Keuangan PPLN KL Tita Octavia Cahya Rahayu; Divisi Data dan Informasi PPLN KL Dicky Saputra; SDM PPLN KL Aprijon; Divisi Sosialisasi PPLN KL Puji Sumarsono; Divisi Teknis Penyelenggaraan Pemilu PPLN KL Khalil; dan Masduki Khamdan Muhammad (Logistik PPLN KL).
Baca Juga:
Urgensi Krisis Iklim, ALPERKLINAS Apresiasi Keseriusan Pemerintah Wujudkan Transisi Energi Bersih
"Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa I Umar Faruk, terdakwa II Tita Octavia Cahya Rahayu, terdakwa III Dicky Saputra, terdakwa IV Aprijon, terdakwa V Puji Sumarsono, terdakwa VI A Khalil dan terdakwa VII Masduki Khamdan Muchamad dengan pindana masing masing selama empat bulan," ujar Hakim Ketua Majelis Buyung Dwikora saat membacakan amar putusan di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat, Kamis (21/3/2024) melansir CNN Indonesia.
"Menetapkan lamanya pidana tersebut tidak perlu dijalani kecuali apabila di kemudian hari ada keputusan hakim yang menentukan hal lain disebabkan karena terpidana melakukan tindak pidana sebelum masa percobaan selama satu tahun terakhir," lanjut hakim.
Hakim menilai para terdakwa telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah memalsukan data dan daftar pemilih baik yang menyuruh, yang melakukan atau yang turut serta melakukan sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 544 Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (UU Pemilu) Jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
Baca Juga:
Di COP29, PLN Perluas Kolaborasi Pendanaan Wujudkan Target 75 GW Pembangkit EBT 2030
"Menjatuhkan pidana denda kepada seluruh terdakwa masing-masing sebesar Rp5 juta dengan ketentuan apabila denda tersebut tidak dibayar, maka dikenakan pidana pengganti berupa pidana kurungan masing-masing selama dua bulan," ucap hakim.
Dalam pertimbangannya, hakim mengungkapkan sejumlah hal yang memberatkan dan meringankan.
Keadaan memberatkan adalah para terdakwa selaku penyelenggara pemilu seharusnya melaksanakan tugas dan fungsi sesuai ketentuan yang berlaku. Akibat perbuatan para terdakwa dilakukan Pemungutan Suara Ulang (PSU).
Sedangkan hal yang meringankan yaitu para terdakwa belum pernah dipidana sebelumnya.
Hasil tindak pidana yang dilakukan para terdakwa mulai dari penetapan DPT sampai dengan pemungutan suara telah dianulir dan dinyatakan tidak sah oleh KPU RI atas rekomendasi Bawaslu RI serta dilaksanakan PSU pada tanggal 10 Maret 2024.
Para terdakwa sebagian besar adalah mahasiswa atau mahasiswi yang sedang menempuh kuliah S3 di Malaysia.
"Para terdakwa kecuali terdakwa dua dan terdakwa tiga mempunyai tanggungan keluarga," kata hakim.
Para terdakwa menerima vonis tersebut, sementara jaksa menyatakan pikir-pikir.
Vonis tersebut lebih ringan daripada tuntutan jaksa yang ingin para terdakwa dihukum dengan pidana enam bulan penjara dengan masa percobaan selama satu tahun.
[Redaktur: Frans Dhena]