WahanaNews-NTB | Indonesia termasuk 10 besar penyumbang emisi gas rumah kaca (GRK) dunia. Berdasarkan data World Research Institute (WRI), Indonesia menghasilkan 965,3 metrik ton karbon dioksida ekuivalen (MtCO2e) atau setara 2% emisi dunia.
Mayoritas emisi gas rumah kaca di Tanah Air berasal dari sektor energi, yakni sebesar 32 persen.
Baca Juga:
PLN-Ditjen Gatrik Sinergi Kendalikan Perubahan Iklim pada Subsektor Pembangkit Listrik
Dari jumlah tersebut, sektor pembangkit listrik terutama pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) batu bara merupakan kontributor terbesar yakni 42 persen.
Indonesia mempunyai target untuk mengurangi emisi ini sebesar 29% dari baseline pada 2030 dan menuju zero emission pada tahun 2060.
Komitmen ini merupakan kontribusi Indonesia terhadap kesepakatan dunia untuk mengendalikan pemanasan global tidak lebih dari dua derajat celcius.
Baca Juga:
PLN Gerak Cepat Menuju Kelistrikan Berkelanjutan dan Ramah Lingkungan
Menteri Badan Usaha Milik Negara Erick Thohir telah mewanti-wanti jajarannya di Kementerian BUMN dan juga perusahaan-perusahaan milik negara untuk memastikan Indonesia menjadi produsen energi hijau atau green power energy.
"Kementerian BUMN juga ingin memastikan Indonesia bukan hanya menjadi konsumen energi hijau atau green power energy namun juga produsen," ujar Erick Thohir beberapa waktu lalu
Untuk mewujudkan tekat ini, PLN sebagai salah satu BUMN sektor energi bertekad mengurangi PLTU dan Pembangkit Listrik Tenaga Mesin Gas (PLTMG) dan menggantikannya dengan pembangkit listrik berbasis energi baru terbarukan (EBT) sebesar 1,1 Giga Watt (GW) pada 2025.
PLN membangun time line, yakni 2025-2030 sudah mengharamkan PLTU baru, bahkan diharapkan di 2025 ada penggantian PLTU dan PLTMG dengan pembangkit listrik EBT.
Selain itu, saat ini PLN mulai melaksanakan program Reduce-Emission-Initiatives dengan co-firing Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU).
Langkah ini mencampurkan bahan bakar batu bara dengan biomassa di sekitar pembangkit seperti sekam pagi, limbah sawit, sampah dan serbuk gergaji.
Sejauh ini, PLN telah melaksanakan ujicoba co-firing pada 26 PLTU dengan porsi biomassa sebesar 1 - 5%.
Pada 2024, diperkirakan kapasitas total co-firing pada PLTU PLN mencapai 18 GW. Nantinya, pencampuran bahan bakar ini akan dilakukan di seluruh 52 PLTU.
Bahkan PT Pembangkitan Jawa Bali (PJB) melakukan uji coba penggunaan 100 persen biomassa cangkang kelapa sawit sebagai pengganti batu bara (co-firing).
Anak usaha PLN itu melaksanakan uji coba di Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Tembilahan Kabupaten Indragiri Hilir, Provinsi Riau, dengan kapasitas 2x7 megawatt (MW).
Direktur Utama PLN Darmawan Prasodjo berujar, penggunaan biomassa ini mendukung energi bersih.
Seratus persen biomassa co-firing ini bentuk konsistensi PLN Group dalam menghadirkan energi bersih untuk Indonesia yang lebih baik.
“Sebagai pioner, keberhasilan ini juga saya harapkan dapat menjadi pemacu motivasi untuk dapat diterapkan pada PLTU lainnya," kata Darmawan dalam keterangannya, Kamis, 16 Juni 2022.
PLN mengoptimalkan co-firing dengan kapasitas mencapai 1,8 gigawatt.
PLN membidik target penggunaan biomassa di 52 lokasi hingga 2025. Adapun co-firing biomassa kini diterapkan di 31 lokasi dengan total pemanfaatan 175 ribu ton.
Capaian ini menghasilkan produksi 185 GWh energi bersih dan diklaim menurunkan 184 ribu ton CO2.
"Akselerasi program co-firing ini menjadi bukti keseriusan PLN dalam mendukung pemerintah menekan emisi karbon di Tanah Air untuk mencapai target carbon neutral pada 2060," kata Darmawan.[dny]