Lebih lanjut, ia menambahkan ada beberapa persoalan dalam merawat dan melestarikan bahasa daerah.
"Di antaranya, jumlah penuturnya sudah sangat sedikit dan mereka beralih ke bahasa lain. Terutama Indonesia bagian timur. Ada yang penuturnya kurang dari 100 orang. Ada yang penuturnya kurang dari 50 orang. Sehingga ketika ditawarkan apakah mau direvitalisasi atau tidak, mereka menjawab siapa lagi yang akan bertuturnya? Kami juga enggak punya kemampuan lagi berbahasa daerah karena sudah beralih ke bahasa baru yang lebih fungsional," ujarnya.
Baca Juga:
Pakar UNG: Penutur Bahasa Gorontalo Menurun Akibat Lingkungan Keluarga dan Sosial
Persoalan lain, para penutur ini juga banyak yang bermigrasi dari satu tempat ke tempat lain.
Contohnya dari Nusa Tenggara Timur dan Papua pindah ke Jakarta.
"Atau ada bencana, ketika Covid ratusan ribu orang meninggal. Mereka itu kan penutur bahasa daerah maka berkurang jumlahnya. Namanya bencana ya ancaman maka akan berkurang jumlah penutur bahasa daerah," ungkapnya. [dny]