NTB.WahanaNews.co| Dalam mendorong percepatan pembangunan energi bersih dan ramah lingkungan di Indonesia, Aliansi Lembaga Perlindungan Konsumen Listrik Nasional (ALPERKLINAS) mengungkapkan pentingnya sinergi antara PT PLN (Persero) dengan pemerintah daerah.
Hal ini disampaikan oleh Ketua Umum ALPERKLINAS, KRT Tohom Purba, menanggapi penghentian sementara pengangkutan pasir laut hasil pengerukan di Pelabuhan Jetty PLN Nusantara Power Unit Pembangkit Nagan Raya, Aceh.
Baca Juga:
Pasca Kebakaran Hebat PLTU Labuan Angin, ALPERKLINAS Desak Pemerintah dan PLN Pasang Anti Petir di Semua Pembangkit Listrik
“Langkah PLN menghentikan sementara kegiatan tersebut adalah tindakan yang tepat sebagai bentuk kepatuhan terhadap proses kajian lingkungan yang tengah berlangsung. Namun, kasus ini juga menunjukkan betapa pentingnya koordinasi yang intens dan berkelanjutan antara PLN sebagai penyedia energi dan pemerintah daerah selaku pengawas lapangan," ujar Tohom, Senin (12/5/2025).
Menurutnya, keberhasilan transisi energi tidak bisa hanya diserahkan kepada korporasi semata.
Dibutuhkan peran aktif pemerintah daerah dalam memastikan bahwa setiap aktivitas pendukung operasional pembangkit listrik, termasuk pengerukan dan pemanfaatan material seperti pasir laut, dilakukan secara transparan, berizin, dan memberi manfaat langsung kepada masyarakat sekitar.
Baca Juga:
ALPERKLINAS Dukung Percepatan Pembangunan Energi Bersih, Tohom Purba: PLN dan Pemerintah Daerah Harus Koordinasi Intens
“Energi bersih erat relevansinya dengan tata kelola sumber daya yang akuntabel dan berkelanjutan,” tegas Tohom.
Ia menambahkan bahwa aspek sosial dan lingkungan harus menjadi bagian integral dalam setiap tahapan pembangunan energi, terutama di daerah yang masih rentan terhadap isu lingkungan dan sosial seperti Aceh.
Tohom juga memberikan catatan khusus terhadap mekanisme pemanfaatan pasir laut yang disebutkan hanya digunakan untuk kepentingan sosial.
Menurutnya, hal ini patut diapresiasi, namun tetap harus diawasi agar tidak terjadi penyimpangan di lapangan.
“Kalau memang benar digunakan untuk menimbun halaman masjid atau pesantren, itu hal mulia. Tapi harus ada pengawasan yang ketat dan transparansi data, agar tidak ada celah penyelewengan yang mencoreng nama baik PLN,” paparnya.
Tohom yang juga Ketua Umum Lembaga Konsumen Ketenagalistrikan Indonesia (LKKI) menekankan bahwa konsumsi energi masyarakat tidak bisa dipisahkan dari isu keadilan distribusi manfaat proyek energi di daerah.
Ia mendorong agar PLN membuka lebih banyak ruang partisipasi masyarakat dalam aktivitas non-komersial seperti distribusi pasir tersebut.
“Kami mendorong agar model-model pemanfaatan material sisa pembangunan pembangkit listrik bisa dijadikan contoh di daerah lain, dengan catatan dilakukan secara terbuka, didampingi instansi lingkungan hidup, dan hasilnya bisa dirasakan langsung oleh masyarakat kecil,” tambahnya.
Lebih lanjut, Tohom mengingatkan bahwa pembangunan energi nasional harus dilandasi prinsip keberlanjutan yang tidak semata berorientasi pada output megawatt, tetapi juga pada kepuasan dan perlindungan konsumen listrik serta kelestarian lingkungan.
“Jika semua pihak jalan sendiri-sendiri, maka energi bersih akan jadi mimpi kosong. Tapi kalau PLN, Pemda, masyarakat, dan lembaga pengawas saling berkoordinasi dan transparan, maka Indonesia bisa menjadi teladan transisi energi di kawasan,” pungkas Tohom.
Sebelumnya, Assistant Manager Business Support PT PLN Nusantara Power Unit Pembangkit Nagan Raya, Muhammad Khoirul Harahap, menyampaikan bahwa penghentian pengangkutan pasir laut tersebut dilakukan sambil menunggu hasil kajian dari Dinas Lingkungan Hidup.
Ia menegaskan bahwa aktivitas pengerukan dan pemanfaatan pasir selama ini sudah mengacu pada dokumen AMDAL, UKL, dan UPL sesuai peraturan yang berlaku.
Pasir tersebut, kata Khoirul, digunakan untuk keperluan sosial seperti penimbunan halaman masjid dan pesantren yang terdampak banjir, dengan syarat permohonan resmi dari pihak pemohon serta rekomendasi kepala desa.
Khoirul juga menegaskan bahwa pasir tersebut tidak diperjualbelikan dan seluruh biaya pengangkutan ditanggung pemohon.
[Redaktur: Frans Dhena]