WahanaNews-Mandalika | Usahanya menimbulkan kegaduhan, akhirnya pemilik usaha kuliner nasi padang babi, Babiambo, Sergio, buka suara.
Ia mengaku pada awalnya usaha kuliner tersebut ia dirikan lantaran mencoba mengambil peluang dengan memadukan kuliner khas Padang dengan daging babi.
Baca Juga:
Kebakaran Tujuh Rumah di Parapat bermula dari lantai dua rumah makan ayam geprek
Pemilihan inovasi tersebut, kata dia, juga berawal dari kecintaannya terhadap kedua masakan tersebut.
"Mungkin kenapa ide ini seputar Padang, karena saya pribadi suka banget sama masakan Padang, seminggu minimal sekali saking cintanya," ujarnya kepada wartawan di kediamannya, Kelapa Gading, Jakarta, Jumat (10/6).
Ia menjelaskan, pihaknya juga memilih menggunakan kata Babi pada nama usahanya dengan tujuan agar para pelanggan tidak keliru.
Baca Juga:
DPO Pelaku Pembuangan Mayat Wanita di Kabupaten Karo ditangkap Jatanras Poldasu
Selain penamaan usaha, Sergio juga mengaku telah mendeskripsikan menu olahan daging babi pada menu dan logo yang ada.
"Karena kita nggak mau nanti ada orang yang makan nggak tahu itu ada mengandung babinya. Jadi kita tulis babinya. Bahkan di logo juga ada tulisan nonhalal," jelasnya.
Sementara untuk kata 'ambo', menurutnya ide itu hanya sebatas agar para calon pembeli dapat langsung mengetahui jenis olahan daging babi yang dijual.
Ia menegaskan, hal itu murni hanya untuk berjualan tanpa ada tujuan untuk melecehkan suku tertentu.
"Kita kepikiran, gimana caranya menyampaikan ke publik bahwa ini tuh sesuatu yang mereka biasa makan di suasana Padang. Masakan seperti gulai, bakar, atau rendang yang bisa didesain secara istilah semua orang paham ketika dengar Padang. Hanya untuk publikasi sebenarnya," tuturnya.
Sergio menjelaskan dirinya memang murni mencoba membuka usaha mengambil peluang baru di dunia kuliner.
Terlebih, kata dia, usaha Babiambo miliknya itu dibuka pada saat awal tahun 2020 atau tepat pada masa Pandemi Covid-19.
"Karena keterbatasan knowledge kita juga, kalau ternyata ini akan menyinggung ke arah sana. Saya menyesal banget, kalau tahu dari awal bakal begini tidak akan kita lakuin," jelasnya.
Hanya saja, kata dia, usaha makanan yang ia jual secara daring itu ternyata tidak cukup menarik minat dari masyarakat.
Karenanya Sergio mengatakan, usaha yang baru ia rintis tersebut hanya mampu bertahan kurang lebih sekitar tiga bulan saja.
"Karena itu kan awal pandemi ya, semua mencoba mencari opportunity secara online. Waktu itu akhirnya mencoba lewat online tapi hanya berjalan sekitar kurang lebih tiga bulan sebelum akhirnya saya tutup," tuturnya.
Selain olahan daging babi, Sergio menjelaskan, usaha miliknya juga tetap menjual lauk-pauk khas masakan Padang lainnya.
Akan tetapi, olahan daging babi itu memang sengaja ia tonjolkan sebagai pembeda dari usaha kuliner lainnya.
Sebelumnya, anggota DPR RI asal Sumatera Barat (Sumbar), Andre Rosiade dan Guspardi Gaus mengkritik usaha kuliner khas Minangkabau yang menjual menu rendang berbahan daging babi.
Andre menyebut usaha kuliner itu telah menimbulkan keresahan di tengah masyarakat Minang karena menjual makanan yang diolah dari daging babi.
"Saya sudah mendengar soal restoran di Jakarta yang bikin keresahan masyarakat Minang. Hal ini disebabkan restoran itu mengolah daging babi menjadi masakan berupa rendang," kata Andre saat dikonfirmasi wartawan, Jumat (10/6).
Andre menyebut banyak masyarakat Minang yang protes dengan rendang babi, rendang yang dijual oleh usaha kuliner itu.
Ia pun mengimbau usaha kuliner tersebut menghilangkan unsur Minang dan tak lagi menjual rendang babi.
Sementara itu, Guspardi Gaus menuturkan nasi padang dengan berbagai menunya merupakan produk kuliner dari Minangkabau yang seharusnya halal.
Ia pun menanyakan motif dari pemilik usaha tersebut.
"Apa maksud dan motif pemilik restoran menyediakan makanan non halal dengan menggunakan nama menu khas Minangkabau?" ujarnya. [dny]