WahanaNews-NTB | Ombudsman NTB menegaskan retribusi parkir di kawasan Pantai Kuta menuju Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Mandalika sebagai praktik pungutan liar (pungli).
"Berdasarkan hasil pemeriksaan secara tertutup di sejumlah tempat parkir di kawasan KEK Mandalika, kami temukan beberapa lokasi parkir dilakukan tanpa dasar kewenangan alias pungli," kata Kepala Ombudsman NTB Dwi Sudarsono dalam keterangannya, Kamis (19/1/2023) di Mataram.
Baca Juga:
UMKM Binaan Pertamina Jadi Daya Tarik Wisatawan di Pertamina Grand Prix of Indonesia 2024
Hasil investasi menyebut sejumlah objek wisata di KEK Mandalika mempraktikkan pungli. Modusnya, sejumlah orang oknum mengenakan rompi parkir yang berlogo Dinas Perhubungan.
Adapun tarif yang dikenakan beragam dan melebihi ketentuan undang-undang. Untuk parkir di depan spot foto KEK Mandalika, kendaraan roda empat dikenakan sebesar Rp 10 ribu, kendaraan roda dua Rp 5.000 dan bus Rp. 15 ribu.
"Kami temukan karcis parkir bertuliskan Pokdarwis Pesona Mandalika Kuta," terang Dwi.
Baca Juga:
DAMRI Dukung Gelaran Pertamina Grand Prix Of Indonesia 2024 di Mandalika
Selain itu, seluruh juru parkir yang melakukan penarikan parkir tidak memiliki identitas. Tarif yang dikenakan sebesar Rp 10 ribu untuk kendaraan roda empat dan sebesar Rp 20 ribu untuk bus di tepi pantai Kuta Mandalika.
"Di dalam karcis yang diberikan tidak disebutkan siapa pengelolanya. Di sana menyebut ketentuan dana pungutan masuk obyek Rp 5.000, angkut sampah Rp 5.000, alat kebersihan Rp 20 ribu," jelasnya.
Pada objek wisata Pantai Seger di depan Sirkuit Mandalika, tertera biaya masuk melalui samping Novotel Kuta Mandalika sebesar Rp 10 ribu.
Adapun karcis yang diberikan bertuliskan retribusi masuk kawasan Wisata Pantai Putri Nyale dengan keterangan kelompok sadar Wisata Setia Sejati Desa Kuta.
"Biaya naik Bukit Seger Rp 5.000 per orang. Dengan karcis bertuliskan tiket naik Bukit Seger dengan stempel pengelola Bukit Seger Haji Sulame sebagai pemilik lahan," imbuh dia.
Dwi menjelaskan bahwa ketentuan parkir pada dasarnya telah diatur dalam Undang-undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah.
Padahal, UU Nomor 28 Tahun 2009 membedakan antara kontribusi wajib yang terutang kepada daerah dengan sebutan pajak parkir. Sedangkan, pungutan daerah sebagai pembayaran atas jasa atau pemberian izin tertentu dengan sebutan retribusi parkir.
"Pajak parkir dan retibusi parkir merupakan kewenangan dari Kabupaten Lombok Tengah sebagaimana diatur dalam Perda Lombok Tengah Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pengelolaan dan Penyelenggaraan Parkir," tutur Dwi.
Terpisah salah satu Anggota Badan Pemusyawaratan Desa Kuta Alus Darmiah mengatakan bahwa beberapa penarikan retribusi parkir di KEK Mandalika memang diduga kuat masuk ke kantong perorangan.
"Itu dikelola perorangan menurut informasi. Kami sih, mudah segera ditertibkan oleh ITDC dan Pemda Lombok Tengah," jelasnya.
Bahkan, uang penarikan parkir itu pada faktanya tidak ada masuk ke dalam kas desa maupun pemerintah. "Gak ada. Kan ini pengelolaannya ada di tanah pribadi dan milik PT ITDC," tandas Alus.
Diketahui, pada pasal 32 ayat (2) Peraturan Daerah Kabupaten Lombok Tengah Nomor 1 Tahun 2018 tentang Perubahan atas Peraturan Daerah Nomor 6 Tahun 2011 rentang Retribusi Jasa Usaha menyebutkan besaran retribusi parkir berdasarkan jenis kendaraan yang diparkir di tempat khusus parkir sebagai berikut: sepeda motor Rp 2.000.
Untuk jeep atau pick up mini bus sebesar Rp 3.000 dan bus truk dan sejenisnya sebesar Rp 4.000. "Sedangkan untuk truk tronton dan sejenisnya mencapai Rp 5.000," pungkas Dwi.[ss]