WahanaNews-Mandalika | Setiap tahun kita merasakan beberapa momen hari raya yang menggunakan kembang api sebagai selebrasi.
Perlu diketahui, kalau perputaran bulan pada kalender Masehi tidak selalu menetap atau konsisten jika disandingkan dengan perhitungan kalender lain.
Baca Juga:
Desak-desakan Saat Pesta Kembang Api di Uganda, 9 Orang Tewas
Ketika menyambut tahun baru Masehi, langit seakan ramai dihiasi oleh kembang api.
Pergeseran waktu dan jadwal sangat mungkin terjadi, karena terdapat beragam kalender selain Masehi.
Berbagai kalender yang dimaksud seperti kalender tahun Hijriah, Saka, dan Imlek.
Baca Juga:
Malam Pergantian Tahun, Pemkab Tapteng Gelar Pesta Kembang Api
Contoh, perbedaan penanggalan itu yakni tahun Hijriah yang mempunyai perhitungan berbeda, oleh karenanya setiap Idul Fitri dan Idul Adha mengalami selisih terhadap tanggal atau bulan.
Harus diingat bahwa tidak seluruh kalender tersebut menggunakan kembang api sebagai simbol perayaan.
Menurut catatan sejarah, dahulu kala terdapat seorang ahli kimia di Tiongkok yang mencampurkan sulfur, arang, dan kalium nitrat yang kemudian menghasilkan mesiu (bahan peledak) mentah.
Orang Tiongkok meyakini jika ledakan mampu mengusir roh jahat.
Seseorang yang sedang terlibat di bawah kembang api mungkin akan kagum dengan keindahan langit malam yang dipicu oleh sinar ledakannya tersebut.
Bagi sebagian masyarakat muslim yang menyambut Hari Raya dengan menyalakan kembang api pun juga tanpa alasan.
Diketahui, pada jaman dahulu, ada beberapa ulama di desa-desa terpencil yang mengibaratkan letusan kembang api sebagai simbol meledaknya dosa-dosa manusia.
Idul Fitri sendiri bermakna kembali suci. Umat yang telah selesai menjalankan ibadah di bulan Ramadan kemudian merayakan Idul Fitri, akan dianggap kembali suci seperti anak yang baru lahir.
Maka dari itu, dengan menyalakan kembang api, dosa-dosa manusia diibaratkan meledak kemudian menghilang. Dan kita semua akan kembali suci.
Meski demikian, cerita tersebut merupakan fiksi yang dibuat sejumlah ulama atau tokoh agama dengan alasan agar umat semakin semangat menjalankan ibadah, terlebih dosanya telah dihapuskan berkat ibadah selama bulan Ramadan.
Namun, bukan berarti manusia akan hidup dengan tanpa dosa. Manusia akan senantiasa melalukan khilaf yang memiliki konsekuensi dosa.
Hanya saja, manusia memiliki cara masing-masing untuk merefleksi diri terhadap dosa-dosanya. Salah satunya dengan kembang api.
Sementara itu, pesta kembang api sendiri, pertama kali terjadi di dunia ketika pernikahan Raja Henry VII dan istrinya yaitu Elizabeth of York, ditahun 1486.
Pada zaman sekarang kita harus semakin bijak menggunakan kembang api, supaya terhindar dari hal yang tidak diinginkan.[dny]